23/05/14

Awal mula

     Sebagai anak pertama Upiek pastilah sangat spesial bagiku. Dialah harapanku... yang kepadanyalah kutitip mimpi-mimpi tentang masa depan yang gilang gemilang yang kuingin dia capai. Dialah princess bagiku... yang demi dia aku sanggup bertahan dalam badai dan susah asal bisa memberikan kehidupan yang lebih baik untuknya. Karena dia aku berani mengambil keputusan kembali ke Jakarta hanya berbekal pengalaman dan tekad bahwa aku mampu menaklukkan ibukota yang kejam demi anakku.
     Everything I do for her.
Ketika harus memulai hidup kami yang baru di ibukota... tanpa uang tanpa pekerjaan... tinggal di kamar kontrakan di gang sempit, tidur beralas papan dan kasur lipat kecil yang cuma cukup untuk alas tidur Upiek. Bantal, piring cuma pinjaman. Boro-boro TV atau DVD... kompor minyak aja aku kredit dari abang-abang tasik yang bayarnya sehari seribu perak. Tapi tidak ada kata berat untuk sebuah perjuangan yang aku yakin akan berujung manis. Untuk anakku apapun layak dicoba... selama halal. Dan Alhamdulillah... masa susah itu mungkin hanya 2 bulan saja. Bulan berikutnya datang tawaran mengajar  mengajar Privat seorang Managing Director badan nirlaba internasional yang sedang merekonstruksi pemulihan Aceh dan Nias pasca Tsunami. Tawaran pertama yang menjadi pintu bagi tawaran-tawaran selanjutnya, membuka kesempatan demi kesempatan yang menghampiri tanpa dicari.
     Pertolongan Allah memang selalu datang di saat yang tepat. Setelah itu karir mengajarku di Jakarta dimulai. Pagi hari mengajar di Sman 63 Jakarta, sore hari mengajar les sampai malam, dua hari dalam seminggu mengajar di Sman 5 Tangerang Selatan, hari sabtu dan minggu mengajar kelas karyawan di LPUI dan kadang-kadang di malam hari masih pula harus mengajar privat atau menyelesaikan order terjemahan dokumen.  Tak ada kata cape... karna untuk hidup layak di Jakarta memang mahal biayanya.
     Upiek tumbuh sebagai anak yang tanggap. Kemampuan verbalnya bahkan jauh berkembang pesat melebihi anak-anak seusianya. Di usia yang belum 2 tahun dia telah lancar berbicara dalam kalimat yang bermakna dan dapat merespon apapun yang orang katakan padanya. Bahkan tanpa kupaksa dia mulai belajar mengenal huruf dan membaca. Di usia 3 tahun dia telah berhasil membuat semua orang takjub dengan kemampuan membaca bukunya yang sudah sama dengan anak kelas dua SD. Setiap kali kuajak ke Gramedia dan membiarkan dia menjelajahi toko, memilih dan membaca buku yang dia sukai, pastilah ibu-ibu yang sedang berkunjung akan berhenti mendengar dia membaca... karna ga percaya anak sekecil itu sudah bisa lancar membaca buku, bukan hanya kata.
Subhanallah... It's magic.
     Upiek juga terbiasa dengan rutinitas mengajarku. Hidup di Jakarta dengan satu anak balita... dengan jadwal mengajar yang padat tanpa punya pengasuh... mau ga mau harus berbagi jadwal pengasuhan dengan suami. Dan seringnya adalah aku harus membawa dia ikut ke sekolah. Untunglah itu ga masalah. Upiek ga pernah rewel meski di sekolah aku tinggal dia di ruang guru... hanya berteman buku gambar dan  pensil warna. Sampai selesai aktifitasku seharian di sekolah dia tidak pernah menyusahkanku.
5 tahun mengikuti ritme hidup di Jakarta seperti itu... nasib juga yang akhirnya membawaku pulang kampung lagi ke Indramayu. Menjadi PNS adalah jalan nasibku berikutnya yang pastinya akan membawa cerita dan warna baru dalam perjalanan hidupku bersama Upiek. Tentu saja untuk kehidupan yang lebih baik.
     Masa-masa di Jakarta itu sudah tinggal cerita sekarang. Saat ini di usia Upiek yang hampir 10thn saat kutanya apa dia masih ingat masa2 ketika kami tinggal di Jakarta... dia bilang dia justru paling suka masa itu. "Masa itu cuma ada kita bertiga: ayah, bunda dan Upiek"